*SUMODIRAN SONODRIYO*


*SUMODIRAN  SONODRIYO*
(Akhirnya Wanita dan Bayinya Meninggal)
 Oleh; Kang س١

"Kang, tolong bantu keluargaku. Darurat..."  Demikian bunyi sms di Hapeku dari Gos Puji.
"Langsung saja ke rumahku, nanti ada yang antar ke TKP", lanjut pesan Gos Puji.

Tanpa berfikir panjang, kubuka jok motorku. Kulihat bahan bakar, cukuplah perjalanan dari rumah menuju Kendal.
Sambil mempersiapkan mental dan batin sebelum menemui Gos Puji. 

Sebelum kutarik gas motorku, kuputar murottal di Hape jadulku. Kuselipkan di helm merahku, tepat di lubang telinga kiriku. Dari Kerten kutelusuri jalan menuju Pehnongko, hingga kantor Desa Soco. Kubelokkan stir motorku ke arah kiri. Jalan pintas menuju Kendal. Alhamdulillah, jalan lancar. Jalan sudah halus beraspal. Sekitar 20 menit sampailah tujuan.

Depan rumah Gos Puji sudah menanti kedatanganku.
"Bapaknya Bella masih di jalan, mau antar kesana", pesan Gos Puji.

Sambil menanti jemputan, sejenak otakku     membuka kembali memori masa muda Gos Puji yang masih kuliah di STITI KP Paron. Sekarang sudah menjadi Kepala Sekolah. Luar biasa.

"Mari, Kang....."
Ajakan itu membangunkan lamunanku. Namun sebelum berangkat, kutahan sejenak langkahku untuk mengetahui apa yang sedang terjadi agar dapat memilih tindakan tepat.
"Begini Kang, Bella ini anak saya satu satunya. Sedang hamil tua anak pertama. Namun sudah 10 hari ini tidak sadarkan diri dan susah diajak komunikasi."
"Sudah dicarikan obat kemana saja, Pak?", tanyaku menyelidiki.
"Sudah kemana-mana, Kang. Orang pinter bilang, ada yang ikuti Bella", jawabnya lugu. Apa adanya.
"Sudah ke dokter ?"
*"La ini kesurupan, lo Kang, dokter apa bisa atasi...?"*
Masuk akal juga, tapi sayang solusinya kurang tepat.
"Monggo, segera kesana saja, kasihan Bella."

Desa Sonodriyo ini sudah seperti desaku sendiri. Sewaktu remaja aku pernah hidup disini ikut merintis Pesantren Alhidayah pimpinan Kyai Muda Gos Anam. Maka sudah tidak asing lagi bagiku dengan warganya.

Tidak terlalu jauh kami berdua menuju TKP. Di ruang tamu sudah penuh keluarga sedang menanti sebuah keajaiban dari Allah yang akan terjadi pada Bella.

Usai ucapkan Salam, kutemui seorang ibu muda yang sedang sandarkan tubuhnya pada kedua kaki Pakde. Tanpa basa-basi kuhampiri wanita lemah tak berdaya. SubhaanAllah, wajahnya pucat pasi. Sekujur tubuhnya sudah mulai menghitam.
Pukul si dengan membaca Ta'awudz dan Alfatihah 3 kali. Dan....
"Siapa namamu....?",  tanyaku memulai dialog.
"Bella Fitria, Kang", seseorang di sampingku semangat menjawab pertanyaanku. Langsung saja pandanganku mengarah kepada yang menyebutkan sebuah nama. Kuberi isyarat agar diam tidak menjawab.
Kuulangi lagi pertanyaanku kepada wanita muda ini.
"Siapa kamu....."
"Aku Sumo..", wanita ini menjawab mungkin tidak paham apa yang dia katakan. Suaranya dalam,  seperti pita kaset kusut,  berat menjawab. Serasa memikul beban berat tak berdaya namun memaksakan diri untuk melangkah. 
Luar biasa.
Kuteruskan lagi tanyaku.
"Sumo siapa...?"
*"SUMODIRAN SONODRIYO"*
"Dari mana?"
Tanpa kata, tangannya menunjuk ke arah selatan.
"Rumahmu mana?"
"Sendang..."
Yah, memang di arah selatan perempatan dekat jembatan kecil, tepatnya dulu di samping gudang seleb Mbah Lurah Modo, memang ada sebuah sendang. Warga desa Sonodriyo sering ambil air untuk kebutuhan masak bahkan mandi. Tiap kali ada yang punya hajat, seperti Bancaan, Nikahan, Sunatan, selalu ada yang membawa buceng maupun sekedar setakir bunga. Sarana minta keselamatan. Itu alasan yang sering disampaikan. Tapi sekarang sudah kering. Selebpun sudah tinggal kenangan. Sekarang sudah berdiri bangunan bertingkat Pesantren untuk MI Alhidayah.

Pertanyaan belum selesai. 
"Kenapa kesini...", nada tanyaku seperti tidak terima wanita hamil ini diperlakukan Sumodiran seperti ini.
"Mampir...."
"Maksudmu mampir?"
"Aku suka Bella. Aku bantu Bella."
"Gak. Kamu tidak bantu Bella. Bella ini sudah punya suami. Bella sedang hamil tua. Justru kamu kesini ganggu Bella. Apa kamu gak kasihan Bella sakit seperti ini...?"
"Yo kasihan."
"Apa kamu tidak takut siksaan Allah jika kamu suka mengganggu?"
"Takuuut..."
"Sekarang juga kamu pulang...!"
"Ya....tapi aku minta minum Nutrisari."
Wah, gaul juga si-Sumodiran, minumannya saja Nutrisari. Seseorang dengan cekatan mengambilkan minuman jeruk instan, disodorkan padaku. 
"Gak usah. *Jangan dilayani",* sambutku menolak minuman tersebut.
"Kamu minta Nutrisari?"
"Ya....haus"
"Gak. Nutrisari bukan minumanmu. Ini minuman kesukaanku. Gak akan kukasihkan kamu. Ayo, kamu pulang."

Tiba-tiba kepala wanita muda sedang hamil tua ini lunglai tak berdaya. Maka kuulangi lagi pertanyaanku. Jangan-jangan ada yang lain lagi datang menggoda.
"Siapa kamu....?"
"Saya Bella........Pak."
"SubhaanAllah Allaahu Akbar, Bella...ayo airnya diminum, Ndok", kusodorkan minuman teh botol yang ada untuk diminum.
"Sekarang jangan menunda waktu. Secepat mungkin Bella dibawa ke Puskesmas Kendal. Butuh infus. Sudah waktunya melahirkan."

Aku komando secepatnya untuk mendapatkan asupan energi.
Semua bergerak cepat. Pak Leknya yang sopir bergegas ambil mobil. Entah mobil siapa. Tidak lama rumah menjadi sepi, tinggal seorang kakek yang pada akhirnya saya tahu bahwa dia juga "Orang Pinter".
"Kang, saya sudah dari kemarin gak berhasil mengeluarkan jin itu. Saya takut-takuti dengan senjata kerisku ini juga gak mempan. Tapi Sampean kok cepet, yo...", komentar orang tua tersebut.
"Jinmu yang kalah, mbah. Coba serahkan urusan ini kepada Allah, pasti beda hasilnya", komenku  pada "Orang Tua" ini.

     Tidak terlalu lama kutinggalkan "Orang Tua" ini dengan meninggalkan sebuah pesan singkat tersebut. Biar dicerna. Tidak kebanyakan materi. Berharap Hidayah Allah segera meresap dalam sanubari Mbah Dukun tersebut. Kutinggalkan pula rumah yang suasananya kurang begitu nyaman untuk tinggal disitu. Pulang. 

     Sepanjang perjalanan pulang, kuputar isi kembali isi otakku. Bukankah Bella adalah keponakan Lek Ji, Bapake Suci? Ibunya, kan, dah lama jadi TKW?  Ah, ini bukan urusanku. 

Keesokan hari, seorang guru yang rumahnya berdekatan dengan keluarga Bella, menelfonku.
"Nda, kemarin ke rumah Bella, ya. Kok gak mampir?", tanya Pak Guru Harno, kerabatku.
"Darurat, Bro", jawabku singkat.
"Gak penting. Yang penting adalah info bahwa Anaknya Bella yang masih dalam kandungan ternyata sudah meninggal 3 hari. Menjelang siang dioperasi dan ini sudah selesai pemakaman."
Tersentak hati ini mendengar info duka ini.
*"Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun. 3 hari meninggal dalam kandungan? La terus, si Bella bagaimana?",* tanyaku penasaran.
"Masih di RSU Magetan."
"Oke, insyaAllah besok pagi takziyyah", tegasku.

Kukabari isteriku tersayang untuk siap-siap besok pagi takziyyah di Sonodriyo setelah antar ananda berangkat sekolah MI Pehnongko, Kelas 4.


Namun, baru saja malam itu selesai Sholat Isya",  Speaker Masjid Alhidayah menggemparkan warga Sonodriyo bahwa Bella Fitria meninggal dunia.

"Nda, berita ini gak hoak, kan?", tanyaku kepada Pak Guru Harno lewat Hape
"Gak, lah. Kata dokter, anaknya yang sudah meninggal 3 hari dalam kandungan telah menyebarkan virus ke seluruh tubuh ibunya", jawab Pak Guru Harno tetangga Bella.

     Sebenarnya sejak melihat kondisi Bella, aku gak akan tega untuk berani mengatakan apa adanya. Maka, secepatnya dibawa ke Puskesmas. *Coba bayangkan, klo hanya diruqyah saja dalam kondisi seperti ini dan kemudian klien meninggal dunia, apa kata dunia terhadap ruqyah.*

Esok hari kudatangi lagi bersama keluarga. Biasa, Shogun dan helm merah senantiasa menemani perjalanan kemanapun pergi. Suasana TKP sudah sepi. Ternyata malam itu juga diselesaikan pemakamannya. Suami Bella masih nampak sedih berat. Kuhibur hatinya. Kusadarkan pemahamannya bahwa semua itu sudah ketentuan Allah, dan kita tak akan mampu menolaknya.
"Mas, kalau mau menangis, menangis saja. Gak usah ditahan. Gak usah malu. Aku pernah mengalami seperti ini. Tapi harus dibatasi nangisnya. Jangan berlebihan", nasehatku  seperti kata-kata seorang kakak kepada adiknya yang sedang sedih.

"Sebenarnya Bella sering melihat sesuatu di kamar, Kang."
"Apa itu...", desakku penasaran.
"Di kamar Bella melihat sebuah keris, rencana mau diambil nanti setelah melahirkan", terang suami Bella yang ternyata asli orang Jombang.
"Sudahlah Mas, Gak usah dipikir lagi soal barang ghoib. Sekarang doakan saja istrimu dan anakmu dengan Doa terbaikmu."
Alhamdulillah, keluarga bisa menerima meski berat dirasakan.

Selamat jalan Ananda Bella, semoga engkau damai bersama putra tersayang, terlimpahkan Rohmad Allah di alam berikutnya.

Senin Wage, 25-11-2019
TEam Ruqyah NGawi
081335709782

0 comments:

Total Pageviews

Flag Counter

ADV