PERSPEKTIF PPDB DENGAN SISTIM ZONASI Penulis, Eko Adri Wahyudiono.

PERSPEKTIF PPDB DENGAN SISTIM ZONASI
Mencermati dampak riuh ramainya juga pro dan kontra terhadap keputusan PPDB dengan sistim zonasi,timbul banyak perpektif dalam
menyikapinya. Bagi yang merasa diuntungkan,sistim ini adalah yang terbaik,sedangkan bagi mereka yang dirugikan,sistim ini dipandang sebagai kebijakan yang meruntuhkan logika.
Bahkan seorang dosen UGM menyampaikan surat terbuka untuk Presiden R.I. cq: Mendiknas,agar program atau sistim ini ditinjau kembali atau dibatalkan.
Program atau kebijakan pendidikan,mulai dari SSN,SKM,RSBI SBI,MODEL atau RUJUKAN,.tetaplah selalu dipertanyakan hasil evaluasi programnya,.juga banyak yang dibubarkan karena dianggap keberpihakkan pada murid pandai dan kaya saja sehingga mereka murid yang kurang pandai dan dari kalangan ekonomi bawah merasa tersingkirkan.
Demikian juga saat sistim zonasi dalam PPDB ini diterapkan, banyak wali murid yang protes,demo dan bersikap tidak terima,karena merasa nilai UN anaknya tinggi namun tidak bisa masuk di sekolah yang mereka sebut Favorit yang padahal,pemerintah tidak pernah menyebutkan bahwa SMA ini atau itu sebagai sebagai sekolah unggulan/favorite,justru masyarakat memberikan predikat tersebut pada sekolah tertentu.Dimungkinkan kebesaran nama sekolah tersebut dilihat dari nilai :
1. Historis,sebagai sekolah yang ada pertama kali di kota tersebut.
2. Prestasi,dimana lulusan diakui di PTN ,nilai capaian NUN Tinggi baik individu dan reratanya, akademis dan non akademisnya lainnya sangat signifikan dan disegani.
3. Disposisi,dimana akses transportasi,pdam,pln,internet,lingkungan sekolah serta sarana prasarana sangat mendukung dalam proses pembelajaran.
Memang tidak dipungkiri,jika kemampuan murid sebagai input juga menentukan kualitas output nantinya,namun peranan bapak ibu guru di sekolah tersebut sangatlah penting yang artinya jika output lebih tinggi daripada outputnya,proses KBM di sekolah tersebut sangatlah luar biasa. Itu yang perlu diapresiasi,terlepas intake KKM siswa yang ditentukan itu rendah atau tinggi,tetaplah sekolah tersebut mempunyai outcome yang bagus. Penulis yakin,program ini nantinya juga akan dievaluasi dan disempurnakan oleh Kemdiknas di tahun tahun mendatang.Memang perubahan itu perlu dan cepat,kita semua dituntut untuk cepat menyesuaikan diri.
Jika ada yang mengatakan guru di sekolah yang disebut favorite biasanya _ongkang ongkang, nyantai, congkak dll_, menurut hemat kami hal itu tidaklah benar, justru mereka siap juga jika dirolling di sekolah,dan mendapatkan tantangan baru. Sebagai contoh,di Jepang guru SD,SMP,SMA atau SMK akan dimutasi secara periodik pada saat mereka naik pangkat. Hal ini juga bisa diterapkan di Indonesia agar pemerataan kualitas guru juga menyebar di setiap sekolah.Karena sistim zonasi ini sudah diterapkan di beberapa negara maju seperti Jepang, Australia,Belanda dll.,namun di negeri kita,terkesan dipaksakan mendadak, sepertinya banyak kelemahan yang ditemukan. Sebagai contoh kasusnya :
1. Secara psikologis,orangtua siswa dan calon siswa belum siap dengan sistim zonasi ini,merasa belum menerima,kenapa NUN anak mereka tinggi tapi tidak bisa memilih sekolah yang mereka anggap terbaik untuknya.
2. Kurangnya sosialisasi pada masyarakat,sehingga timbul kebingungan, ketidaktahuan, dan ketidak percayaan pada sistim zonasi ini.
4. Zonasi yang ditentukan akan jarak sekolah dengan berbasis google map, yang padahal bukan hanya faktor itu tapi juga kemudahan akses menuju sekolah itu.
5. Banyaknya kekawatiran dari orang tua yang bisa jadi juga para guru,saat menerima input siswa dengan NUN rendah hanya diterima karena kedekatan jarak membuat para guru menjadi ekstra kerja keras tidak hanya dalam peningkatan akademis siswa,namun lebih dikawatirkan pada persoalan karakter,spirit,attitude siswa yang diasumsikan akan berpotensi bermasalah.
Terlepas dari kekawatiran itu,sistim zonasi sangatlah tepat diterapkan di negeri ini dengan memperhatikan banyak faktor,misalnya :
1. Memperhatikan prosentase sistim zonasi yang saat ini hampir mencapai 50%,.Yang idealnya sekitar 20% sampai 30%, sedangkan jalur NUN ditingkatkan menjadi 40%, baru disebut fair.
2. Sistim zonasi ini diharapkan akan membuat para guru menjadi lebih bersemangat dan kreatif karena input siswa mereka sangatlah heterogen.
3.Diharapkan dengan sistim ini terjadi adanya pola belajar inpair untuk para siswa sehingga bisa memotivasi siswa yg kurang dalam hsl akademis dan teamwork dalam hal non akademis,saling asah,asih dan asuh.
4.Terjadinya pemerataan siswa dari NUN yang terendah sampai yang tertinggi di setiap sekolah.
5. Mewujudkan mimpi anak anak yang tinggal di sekitar sekolah terutama dari mereka keluarga yang kurang mampu secara ekonomi.
Dengan alasan apapun,jangan kita mengkotak kotakan anak didik kita hanya berdasarkan nilai UN mereka,karena keberhasilan mereka nantinya akan tidak hanya ditentukan oleh angka angka belaka.
Marilah kita para guru,dengan semangat yang ikhlas membantu mewujudkan mimpi mimpi para anak didik kita.
Penulis,
Eko Adri Wahyudiono.
_Pendidik,Praktisi pendidikan dan Guru anak semua bangsa_
Email : remingtonsteel320@yahoo.com

0 comments:

Total Pageviews

Flag Counter

ADV